Welcome to my blog..... Thank's to visit...! Jangan lupa? tinggalkan komentar anda !

Selasa, 25 Januari 2011

Garuda Bangkit Tanpa Mahkota Juara

Foto: Raut kekecewaan fans Timnas Indonesia usai leg kedua final Piala AFF 2010 melawan Malaysia. (Reuters)
JELANG tutup tahun 2010 sepakbola Indonesia bergelora. Penampilan tim nasional (timnas) di ajang AFF Cup 2010 berhasil menyedot antusiasme luar biasa dari publik Tanah Air. Kegandrungan terhadap Laskar Merah-Putih meningkat tajam. Semua kalangan tidak ketinggalan membicarakan performa Firman Utina dkk di lapangan mulai dari kalangan masyarakat umum hingga kepala negara.

Timnas menjelma sebagai idola baru dan AFF Cup 2010 menjadi momentum kebangkitan kembali nasionalisme bangsa lewat sepakbola setelah Piala Asia 2007 silam. Namun ironis, kegagalan lagi-lagi mendera. Tampil gemilang sejak awal turnamen, Timnas harus memperpanjang penantian 14 tahun untuk bisa merengkuh trofi pentas sepakbola se-Asia Tenggara setelah gagal menaklukkan Malaysia pada partai final yang dihelat dengan menggunakan format home-away.

Pembenahan di tangan Riedl
Walaupun tidak bisa mengangakat piala, namun secara performa timnas di AFF Cup 2010 pantas diberi acungan jempol. Racikan tangan dingin Alfred Riedl dianggap sebagai faktor utama. Dengan gaya kepelatihan yang tak kenal kompromi, pria asal Austria berhasil memadukan pemain senior dan junior dalam sebuah tim.

Meskipun menuai sukses, perjalanan Riedl di awal masa tugasnya cukup berliku. Banyak pihak meragukan kapasitasnya, terlebih pada sebuah laga persahabatan timnas dicukur habis 1-7 oleh Uruguay.

Pertikaian dengan pemain juga sempat menghadang jelang tampil di AFF Cup 2010. Sikap Riedl yang tidak mengenal toleransi membuat penyerang andalan Boaz Salossa tersisih karena alasan indisipliner. Keputusan itu tentu disayangkan oleh banyak pihak.

Namun Riedl bisa menjawab segala kritik yang menghujam. Pada laga pembuka AFF Cup 2010 timnas membuat gebrakan dengan menyikat Malaysia 5-1. Kebintangan bomber asal Papua juga langsung terlupakan. Nama-nama baru macam Ahmad Bustomi, Oktavianus Maniani, Muhamad Nasuha dan Irfan Bachdim justru yang kemudian terus menuai pujian.

Efek naturalisasi
Masuknya pemain naturalisasi Christian Gonzales tidak dipungkiri memberikan kontribusi besar buat timnas. Sebagai bukti nyata ialah dua gol yang disarangkannya striker Cristian 'El-Loco' Gonzales ke gawang Filipina pada laga semifinal di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK).

Untuk Riedl kehadiran penyerang berjuluk El-Loco (Si Gila) merupakan sebuah solusi atas minimnya pilihan penyerang berkualitas yang berlaga di kompetisi lokal. Sebagaimana diketahui klub-klub Liga Super Indonesia (LSI) lebih gemar memakai jasa pemain asing untuk mengisi posisi striker.

Selain Gonazales, pemain berdarah campuran Irfan Bachdim juga memberikan warna baru bagi timnas. Pemain 22 tahun yang sempat mengeyam pendidikan di akademi sepakbola Ajax Amsterdam menjadi amunisi ampuh lain di lini serang. Catatan khusus, selama AFF Cup 2010, Bachdim adalah pemain yang paling banyak mendapat sorotan. Wajah tampannya dianggap menjadi magnet bagi para fans wanita.

Sentimen anti-Malaysia dan juara baru
Sejak awal sentimen anti Malaysia sudah diperkiran menjadi pemanas persaingan di AFF Cup 2010. Tergabung dalam satu grup di babak penyisihan, uniknya Indonesia malah menjadi penyelamat Malaysia.

Pada laga terakhir, timnas yang sudah dipastikan lolos ke babak semifinal dengan status juara grup memuluskan langkah anak-anak asuh Khrisnasamy Rajagopal dengan mengalahkan Thailand sebagai pesaing ketat mereka dalam memperebutkan posisi runner-up di grup A.

Tanpa diduga-duga kedua Negara bertetangga kembali bersua di partai puncak. Sialnya saat itu Harimau Malaya sudah mengasah taring. Pada laga pertama di di Bukit Jalil mereka mencabik-cabik Timnas Garuda dengan kemenangan 3-0. Namun kecurangan sempat mewarnai jalannya pertandingan. Pendukung Malaysia sengaja menggunakan laser untuk mengganggu konsentrasi pemain timnas.

Untuk pertemuan kedua di SUGBK, masyarakat Indonesia diimbau tidak mencontoh perbuatan pendukung lawan. Pihak-pihak terkait pengelola jalannya laga berusaha keras menciptakan situasi kondusif. Hasilnya, acungan jempol buat public sepakbola Indonesia. Mereka membuktikan diri sebagai bangsa yang beradab dengan tidak menganggu jalannya pertandingan dan tidak menimbulkan kekacauan.

Namun ada satu yang kurang, yakni fakta bahwa timnas gagal merengkuh gelar. Malaysia tampil sebagai juara baru meskipun kalah 2-1 di pertemuan kedua. Sebuah ironi karena tim dari negara yang dalam beberapa waktu belakangan dinilai telah sering kali melecehkan martabat bangsa bisa berpesta di hadapan 95 ribu supporter Merah-Putih.

Kisruh tiket
Kekisruhan penjualan tiket juga jadi topik hangat selama pagelaran AFF Cup 2010. Mulai dari laga semifinal yang terpaksa dilangsungkan dua kali di SUGBK karena Filipina tidak memiliki venue yang layak, banyak supporter yang mengaku kesulitan mendapatkan tiket. Sistem pengelolaan yang semrawut membuat banyak pihak kecewa kepada panitia lokal.

Puncaknya di final kedua, serbuan supporter sejak H-5 membuat panitia kewalahan. Namun banyak yang menilai hal semacam itu seharusnya tidak perlu terjadi jika saja panitia lebih siap. Apalagi sempat tercium dugaan kecurangan dari panitia yang hanya menginginkan keuntungan tanpa memberikan pelayanan maksimal.

Beberapa hal yang patut dicermati selepas AFF Cup 2010. Dari sisi positif, nilai-nilai nasionalisme yang belakangan mulai memudar bisa kembali bangkit lewat sepakbola. Seluruh elemen masyarakat bisa bersatu padu dalam sebuah tekad mendukung timnas. Selain itu bangsa Indonesia juga berhasil membuktikan diri sebagai bangsa yang berbudaya dengan tidak melakukan tidak kekacauan meskipun bangsa lain memperlakukan dengan kurang baik. Sementara dari sisi negatif, kacaunya pengelolaan tiket pertandingan telah merefleksikan kapasitas PSSI sebagai institusi paling paling berwenang atas urusan sepakbola.
(fmh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar